HIMPUNAN ULAMA THURATH SIRI 3

Wednesday, August 28, 2013

Kenangan - Helmi Assyafie bersama Majlis Al Habib Zein Sumaith

Kenangan - bersama Majlis Habib Zein Smith

Majlis Guru Mulia Al Habib Zein Smith di Kelantan - makan di rumah Dato Husam Musa

KENALI AL HABIB ZEIN SEMITH 
Selama ini, masyarakat kita dikenal berwatak paternalistik. Maka tak heran jika dalam keseharian mereka, terutama dalam hal amaliah agama,  warga nahdliyin tak bisa lepas dari sosok yang disebut ulama. Sebagai 
panutan, mereka tak hanya berasal dari pribumi, tetapi juga ulama asal Timur Tengah, yang biasa disebut Habib atau Sayyid.

Hubungan antara nahdliyin dengan habaib begitu eratnya, hingga pada sebagian masyarakat penghormatan kepada mereka melebihi penghormatan kepada ulama pribumi. Selain kapasitas keilmuan, ini tak lain karena 
faktor geneologis, bahwa mereka adalah keturunan Rasulullah SAW.

Sepeninggal Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki (Mekah), figur habaib Timur Tengah seakan punah. Tetapi ternyata tidak. Sebut saja Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakr bin Salim asal Hadramaut, yang 
tak jarang datang ke negara kita demi menularkan ilmunya, di samping mengobati kerinduan warga ahlus sunnah wal-jama’ah di Tanah Air kepada ulama besar Timur Tengah.

Selain Habib Umar, terdapat seorang habib yang kini tinggal di Madinah. Habib Zain Ibrahim namanya, bermarga (fam) Sumaith. Siapa sangka ulama 
kesohor di Tanah Haram itu kelahiran Indonesia?

Nama dan Nasabnya
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Faqih al-'Abid az-Zahid al-Murabbi ad-Da'i ilallah, as-Sayyid al-Habib Abu Muhammad Zain bin Ibrahim bin Zain bin Muhammad bin Zain bin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad Sumaith bin Ali bin Abdurrahman bin Ahmad bin Alwy bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwy ('Ammul al-Faqih al-Muqqadam) bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qatsam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba'Alawy bin 'Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rummi bin Muhammad An-Naqib bin Ali al-'Uraidhi bin Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah binti Rasulullah SAW.

Habib Zain lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936 M. Ayahnya Habib Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu, selain keluarga, lingkungan tempat di mana mereka tinggal pun boleh dikatakan sangat religius.

Sejak kecil Habib Zain sudah mengenal agama dengan baik, baik ilmu pengetahuan maupun amaliah sehari-hari. Mengetahui Habib Zain memiliki kelebihan dibanding saudara- saudara lainnya, ayahnya memberikan pendidikan ekstra. Tak hanya ilmu, akhlak pun ditekankan pada diri Habib Zain. 

Belajar dan Guru-gurunya
Mengunjungi para ulama contohnya. Seperti diketahui, mengunjungi (dalam bahasa Jawa: sowan) sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam, seperti Jawa dan Arab asal Hadramaut Yaman. Tak sekadar silaturahmi, tapi yang diharapkan adalah berkah doa dari mereka, para ulama. Sowan inilah yang dijadikan salah satu mediasi oleh Habib Ibrahim dalam mendidik Habib Zain. Dari rasa cinta dan hormat (mahabbah dan ta’ dzim), lalu muncul pada diri Habib Zain rasa ingin menjadi seperti mereka, paling tidak meneladani perilaku mereka. Sejak itu, Habib Zain mengais ilmu dari ulama-ulama Betawi. Di waktu beliau masih kecil, ayahnya suka membawanya ke Majelis Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad, salah satu pemuka kalangan saddah 'Alawiyyin yang bermukim di Bogor (Beliau dimakamkan di kubah gurunya Al-Habib Abdullah bin Mukhsin al-Aththas, Mesjid An-Nur, Empang Bogor). Beliau menghadiri maulud yang biasa diadakan di rumah Habib Alwy setiap ashar di hari Jum'at. Habib Alwi terhitung guru pertama dalam kehidupan beliau. Selain Habib Alwi, masa kecil Habib Zain banyak dihabiskan untuk menimba ilmu kepada Habib Ali bin Abdurrahman al- Habsyi (Kwitang, dekat Pasar Senen Jakarta Pusat). Di sini, Habib Zain paling tidak hadir seminggu sekali, mengikuti majlis rutin yang digelar tiap Ahad pagi. Selanjutnya, pada usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim.

Guru-gurunya al-habib Zain bin Ibrahim bin Smith diantaranya adalah 
  • al-Habib Alwy bin Muhammad bin Thohir al-Hadad
  • Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh, 
  • Habib Umar bin Alwi al-Kaf, 
  • Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim, 
  • Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan, 
  • Habib Salim bin Alwi Al-Khird, 
  • Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, 
  • Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (mertuanya).
  • Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil
  • Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas
  • Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl
  • Habib Muhammad bin Hadi Assaqof, 
  • Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, 
  • Habib Umar bin Ahmad bin Smith, 
  • Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, 
  • Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof dan 
  • Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri
pada usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim. Di bumi awliya’ itu Habib Zain tinggal di rumah ayahnya yang telah lama ditinggalkan.

Menyadari mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru kepada sejumlah ulama setempat, berpindah dari madrasah satu ke madrasah
lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Di pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan (mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul Musthafa-Tarim, di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat.

Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab “Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal bait-bait (nazham) “Hadiyyah
As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.

Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu padanya.

Beliau menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id
Bukhayyir Baghitsan. Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga membaca kitab matan "al-Waraqat". Beliau juga menghadiri majelis-majelis al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga pelajaran-pelajaran  di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.

Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya beliau membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya memuji karena kelebihannya dibanding lainnya, juga karena adab, perilaku, dan akhlaknya yang baik.

Selain menimba ilmu di sana Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah, semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf,
Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu banyaknya ulama yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)

Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.

Dalam perjalanan ke sana, Habib Zain singgah dulu di kediaman seorang teman dekatnya di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di Baidhah, Habib Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat mengajar.

Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi mufti dalam Mazhab Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib Muhammad al-Haddar. Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar berjuang, beribadah dan menempa diri dengan kesungguhan dan keseriusan dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan membimbing mereka yang kurang pandai.

Beliau memilki kedudukan tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga bila suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar". Begitulah penilaian gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain bin Sumaith.

Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah bersama-sama dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di Madinah selama 12 tahun, Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim.

Habib Zain di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah, dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih. 

Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh. Syaikh Ahmaddu memuuji Habib Zain karena semangat besar dan kesungguhannya dalam menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang mulia.

Selama masa ini Habib Zain sering melakukan perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.

Allah SWT memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan dalam penampilannya. Habib Zain seorang yang tinggi kurus. Lidahnya basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.
al-Habib Zain memilki pengaturan khusus dalam wirid, zikir dan ibadahnya. Beliau sentiasa menghidupkan malamnya. Di waktu pagi Habib Zain keluar bersolat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau beriktikaf di Masjid Nabawi sehingga matahari terbit, setelah itu beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majlis Rauhah digelar setelah asar hingga waktu maghrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga menjelang Isya. Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan shalat Isya dan berziarah ke makam datuknya yang mulia dan agung, Rasulullah SAW.

Di antara hasil karya tulis beliau :
  1. al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah al-Ba'Alawi. Kitab terpenting di antara beliau, menjelaskan mengenai thariqah Alawiyyah.
  2. Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah Min Anfas as-Sadah al-'Alawiyyah. Kitab Tafsir maknawi yang tipis dan menghimpun ucapan Sadah al-Alawiyyin dalam kumpulan ayat al-Qur'an dan Hadist Nabi.
  3. Hidayah ath-Thalibin Fi Bayan Muhimmat ad-Din. kitab Syarh hadist perbincangan antara Jibril.as dan Rasulullah SAW.
  4. Al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi 'Aqidah al-Firqah an-Najiyah. Menjelaskan menganai keyakinan orang-orang yang menyimpang dalam bentuk tanya jawab.
  5. al-Futuhat 'Aliyyah Fi al-Khutbah al-Mimbariyyah. Merangkum ceramah-ceramah beliau
  6. HAadayah az-Zairin ila Ad'iyah az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa Masyahid as-Shalihin. Kumpulan doa para salaf yang diucapkan ketika ziarah Nabi dan kuburan-kuburan di Haramain dan Hadhramaut.
  7. Majmu'. Kitab manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa,dan adab.
  8. Fatawa al-Fiqhiyah. Mengenai fatwa-fatwa fiqih
  9. Tsabat Asanidah wa Syuyukhah. Bentuk naskah berisi sanad dan para gurunya

Semoga menjadi keberkahan bagi kita semua di dunia dan akhirat berkumpul dengan ulama-ulama Allah dan menjadi penegak panji-panji Sayyiduna wa Maulana Muhammad S.A.W. dan kelak mendapat syafa'at dari Nabi kita termulia dan dari Ulama-Ulama Allah SWT.
Amiin Amiin Yaa Robbal Alamiin…..

Kenangan - Helmi Assyafie bersama Majlis Al Habib Umar Al Hadzif di Kedah

Kenangan bersama Al Habib Umar Al Hafidz ziarah Kedah

 Ulama Kedah di Majlis Mahabbah bersama Habib Umar
 Al Fakir : Helmi Assyafie bersama Al Habib Umar Al Hafidz semasa guru mulia datang Masjid Perwaja Gurun , Majlis Multaqa dan Mahabbah Ulama bersama Habib Umar




Kenali Al Habib Umar Al Hafidz
Biografi Al-Allamah Syeikh Habib Umar

Nasab

Nasab beliau yang mulia ialah al-Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Abd-Allah bin Abi Bakr bin‘Aidrus bin al-Hussain bin al-Shaikh Abi Bakr bin Salim bin ‘Abd-Allah bin ‘Abd-al-Rahman bin ‘Abd-Allah bin al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Daweela bin ‘Ali bin ‘Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Sahib al-Mirbat bin ‘Ali Khali‘ Qasam bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Ubaidallah bin al-Imam al-Muhajir to Allah Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad bin ‘Ali al-‘Uraidi bin Ja'far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zain al-‘Abidin bin Hussain cucu Nabi, putera kepada pasangan ‘Ali bin Abu Talib dan Fatimah al-Zahra puteri Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa alihi wa sohbihi wasallam.

Latar Belakang
  • Tarikh Lahir: sebelum waktu fajar hari Isnin, 4 Muharram 1383 H bersamaan 27 Mei 1963M
  • Tempat LahirKota Tarim, Hadramaut; salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan ramainya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan dari kota ini selama berabad-abad lamanya. 

Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang merupakan seorang pejuang syahid yang terkenal, ahli intelektual, penda'wah yang ulung, iaitu Habib Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim yang juga merupakan Mufti Kota Tarim al-Ghanna.

Demikian juga kedua-dua datuk beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin Abd-Allah yang juga merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum 'ulama dan intelektual Muslim pada zamannya. Allah seakan-akan telah menyediakan kondisi dan persekitaran yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar melalui hubungannya dengan para intelektual muslim di sekitarnya serta kemuliaan yang muncul daripada kalangan keluarganya sendiri dan lingkungan masyarakat di mana beliau dibesarkan.


Beliau telah mampu menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan beliau juga menghafal banyak teks dan matan dalam ilmu Fiqh, Hadith, Bahasa Arab dan berbagai-bagai lagi cabang ilmu lain. Beliau turut serta dalam halaqah ilmu yang dikendalikan oleh ramai ulama-ulama tradisional seperti al-Shaikh Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab, al-Shaikh Fadl Baa Fadl dan juga para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari ilmu-ilmu agama dan kerohanian dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang daripadanya beliau dapatkan cinta dan perhatian yang mendalam pada da'wah dan bimbingan keagamaan mengikut cara yang dikehendaki Allah SWT. Ayahnya begitu memperhatikan al-Habib ‘Umar sewaktu kecil yang sentiasa berada di sisi ayahnya di dalam halaqah ilmu dan zikir.


Satu ketika berlaku peristiwa tragis saat al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk menunaikan solat Jum‘at, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan beliau yang masih kecil ketika itu pulang bersendirian ke rumahnya dengan masih membawa syal (kain berupa selendang) milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak lagi kelihatan. Ini menyebabkan beliau menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya iaitu dalam bidang da‘wah disampaikan melalui syal ayahnya, ibarat sebuah bendera perjuangan yang diberikan kepadanya sebelum ayahnya mati syahid. Sejak itu, dengan bendera tersebut yang dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulakan secara bersemangat perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk majlis-majlis ilmu dan berda’wah. Perjuangan dan usahanya yang gigih demi meneruskan perjuangan ayahnya mula membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi golongan muda mahupun orang-orang tua di masjid-masjid setempat di mana ditawarkan pelbagai peluang untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu agama.

Sesungguhnya al-Habib ‘Umar ialah seorang ulama' yang benar-benar memahami kitab suci al-Quran sehingga ia telah diberikan sesuatu kurnia yang khusus daripada Allah, meskipun ketika usianya yang masih muda. Namun hal ini mula menyebabkan timbulnya kekhuatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan supaya beliau dihantar ke kota al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara. Ini menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang berniat jahat ingin mencelakakan beliau.


Di sana bermula babak baru yang penting dalam perkembangan ilmu beliau. Dengan memasuki sekolah Ribat di al-Bayda’ beliau mula belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah bimbingan mereka yang ahli iaitu al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan seorang 'alim mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya beliau diangkat sebagai seorang guru tak lama kemudian. Beliau terus melanjutkan perjuangannya yang tak mengenal erti lelah dalam bidang da‘wah.

Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun yang tertinggal dalam usahanya untuk memperkenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya s.a.w dalam hati manusia seluruhnya. Kelas-kelas dan majlis didirikan, pengajaran dimulakan dan masyarakat dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkan dirinya sentiasa kekurangan tidur dan istirehat. Namun usaha beliau mula menunjukkan hasil yang besar apabila manusia tersentuh dengan ajaran yang disampaikan beliau, terutamanya para pemuda yang sebelum itu terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan sia-sia, namun kini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka akhirnya sedar bahawa hidup ini memiliki tujuan, mereka bangga dengan indentiti baru mereka sebagai Muslim, mengenakan serban dan selendang (rida') sebagai cara pakaian umat Islam dan mula menumpukan perhatian mereka demi meraih sifat-sifat luhur dan pekerti mulia seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.

  
 
Sejak saat itu, sekelompok besar masyarakat yang telah terkesan dengan da'wah beliau mula berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya dalam perjuangan da‘wah di bermacam-macam kota, baik besar mahupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mula mengunjungi banyak tempat mahupun masyarakat di seluruh Yaman, mulai dari kota Ta'iz di utara, untuk belajar ilmu daripada mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya yang mula menaruh perhatian dan kasih-sayang yang besar terhadap beliau sebagaimana yang didapatkan daripada Shaikh al-Habib Muhammad al-Haddar sehingga guru beliau itu menawarkan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri beliau terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang luar biasa.

Tak lama kemudian, beliau melakukan pengembaraan yang melelahkan untuk menunaikan ibadah Haji di Makkah dan menziarahi makam Rasulullah SAW di Kota Madinah. Dalam perjalanannya ke tanah Hijaz, beliau dikurniakan kesempatan untuk mempelajari beberapa kitab daripada para ulama yang terkenal di sana, terutama daripada al-Habib 'Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang telah menyaksikan bahawa di dalam diri al-Habib ‘Umar, terdapat semangat pemuda yang penuh kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya SAW dan seorang yang bersungguh-sungguh dalam menyebarkan ilmu dan keadilan kepada umat manusia, sehingga beliau benar-benar dicintai al-Habib Abdul Qadir selaku salah-seorang gurunya yang utama. Beliau turut dikurniakan kesempatan untuk menimba ilmu dan mendapatkan bimbingan daripada kedua-dua simbol keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan al-Habib 'Attas al-Habashi.

Sejak itulah nama al-Habib Umar bin Hafiz mula tersebar luas disebabkan kegigihan usaha beliau dalam menyeru manusia kepada agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopularan dan kemasyhuran yang besar ini tidak sedikit pun mengurangkan usaha pengajaran beliau, bahkan sebaliknya. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingati Allah dalam pelbagai manifestasi dan cara, dalam pelbagai situasi dan lokasi yang berbeza. Perhatiannya yang mendalam dalam usaha menyuburkan keimanan terutamanya terhadap mereka yang berada di sampingnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang paling dilihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga sampai ke seantero dunia masa kini.


Berdakwah, mengajar dan belajar telah sebati dalam jiwa beliau. Pada tahun 1414H bersamaan 1994M apabila kembali ke tanah tumpah darahnya, beliau telah mengasaskan sebuah pusat pendidikan Islam yang diberi nama “Dar al-Musthafa” di Bandar Tarim Hadramaut. Ini berikutan daripada pelajar-pelajar yang datang dari beberapa Negara Islam untuk menerima didikan daripada beliau. Diperingkat awal penubuhan Dar al-Mustafa diasaskan atas beberapa matlamat seperti berikut:-

1. Menimba ilmu syariat dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya secara talaqi daripada guru-guru yang berkeahlian dalam bidang tersebut berserta sanad mereka
2. Membersihkan jiwa serta mendidik akhlak
3. Mengarusperdanakan ilmu-ilmu yang bermanafaat serta dakwah kepada Allah.

Akhirnya Dar al-Musthafa mampu membangunkan tapak pengajian sendiri yang dinobatkan secara rasmi sebagai sebuah pusat pengajian dan pendidikan Islam pada 29 Zu al-Hijjah bersamaan 6 Mei 1997. Kini Dar al-Mustafa begitu mendapat perhatian daripada pelajar-pelajar seluruh dunia Islam, ditambah pula graduan-graduannya telah diiktiraf oleh al-Azhar al-Sahrif dan kebanyakan universiti terkemuka dunia Islam.

Al-Allamah al-Habib Umar al-Hafiz telah banyak menbuat lawatan dakwah Islami dan menyampaikan ilmu syarak ke negara-negara Islam lain seperti Syria. Mesir, Sudan, Pakistan, Indonesia, Brunei Darussalam dan Negara kitaMalaysia saban tahun.

Karya

Di samping seorang pendakwah, Habib Umar juga seorang penulis yang produktif. Karya-karyanya tidak terhad kepada ilmu Fiqh sahaja, bahkan beliau juga mengarang beberapa kitab Tasawuf dan Maulid. Kitab yang ditulis antara lain:

• Dhiya'ul Lami' (Maulid Nabi Muhammad SAW)
• Dhakhira Musyarofah (Fiqh)
• Muhtar Ahadits (Hadits)
• Nurul Iman (Aqidah)
• Durul Asas (Nahu)
• Khulasah Madad an-Nabawi (Zikir)
• Tsaqafatul Khatib (Panduan Khutbah)


                     

sumber:

Kenangan SOLIDARITI UMMAH BERSAMA MESIR

PERHIMPUNAN MUNAJAT SOLIDARITI UMMAH BERSAMA MESIR - Munajat dipimpin Tuan Guru Haji Salleh Bin Musa


Munajat Khas untuk Mesir - dipimpin Tuan Guru Hj Salleh Musa malam ini 25.8.2013

Anjuran MAPIM
Di Masjid Andalusia Bandar Laguna Merbok Sg Petani Kedah 



Tuan Guru Hj Salleh bin Musa pimpin Munajat khas untuk Mesir
Helmi Assyafie , Ust Ahmad Tarmizi , Tuan Guru Haji Salleh Musa , Cikgu Azmi , Saudara Shukri








Monday, August 19, 2013

Ummat Islam Malaysia wajib bersama saudara Mesir yang sedang dizalimi

Munajat Membantah Kekejaman Kudeta Mesir di Padang Merbok- PAS bersama Rakyat Mesir






Mesir: Ucapan TG Haji Abdul Hadi Awang

Presiden PAS dah nyata pendirian tentang isu Mesir . Najib bila lagi ? Mengapa takut , adakah nak menjaga hati kuasa barat ?
Ummat Islam sedang dizalimi , dibunuh ....mengapa pemimpin Islam jadi bisu .


Mesir: Ucapan TG Haji Abdul Hadi Awang Bhg 2